Assalamualaykum
Salam inklusif, edukatif, progresif!
Salam IGTI. Bapak/ ibu guru hebat, rekan-rekan guru sekalian, pertama kita ucapkan alhamdulillah, satu kata penuh sarat makna akan rasa syukur kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak ada kata syukur seindah Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan Semesta alam. Rasa syukur kita ucapkan karena banyak nikmat yang telah diberikan terutama pada hari ini nikmat keselamatan, kesempatan dan kesehatan yang melekat pada diri kita semua. Tanpa ketiga nikmat itu, sulit rasanya kita bertemu di sini, di ruang ini yang kita tidak tahu di mana temboknya, kita tidak pernah mengerti bagaimana bentuk pintunya. Inilah ruang maya bumi sebagai alasnya dan angkasa sebagai atapnya dan semesta sebagai ruanganya. Kemudian rasa hormat kita pula sampaikan kepada utusan terbaik, manusia terbaik sepanjang zaman, kepadanya kita bersholawat dan semoga kita berada di belakang barisan beliau Muhammad Sholalohu alaihi wassalam dengan syafaatnya. Kemudian salam hormat kepada wakil, sekretaris, bendahara, ketua departemen, ketua wilayah, ketua komisi dan rekan guru hadirin sekalian.
Sekilas saya ingin mengajak kita semua untuk tilas balik sejarah perjuangan negera ini. Pada tahun 1912, negara ini mencatat nilai historis yang begitu apik. Di mana pada tahun itu telah didirikan persatuan yang menangungi profesi yang bermartabat, manusia dengan profesi mulia. Persatuan itu adalah PGHB, atau yang kita kenal dengan Persatuan Guru Hindia Belanda. Tidak dipungkiri, perjuangan bangsa ini meraih kemerdekaan juga dibersamai oleh para guru di bawah salah satunya PGHB. Zaman kolonial yang begitu menyesakkan dada, menyempitkan pergerakkan, tidak menyurutkan kelapangan jiwa dan semangat guru dalam meraih kemerdekaan negara tercinta.
Di zaman penjajahan jepang, tepatnya pada tahun 1932 PGHB berubah menjadi PGI atau persatuan Guru Indonesia. PGI membersamai bangsa meraih kemerdekaan, bebas dari penjajahan secara fisik pada tanggal 17 Agustus 1945. Beberapa bulan berikutnya, tepat pada tanggal 24 dan 25 November, seluruh guru dan tenaga pendidik melaksanakan kongres dengan menghasilkan salah satunya PGI diubah menjadi PGRI. Dan setelah kongres itu, tanggal 25 diperingati sebagai hari guru nasional.
Bapak/ ibu guru, rekan guru sekalian, kita dapat mengambil nilai semangat guru pada waktu itu. Semangat mengusir penjajah dengan membangun komunitas yang dapat menangungi martabat dan melindungi profesi. Pada kesempatan ini, hari ini, semoga kita bisa mengulang perjuangan lampau. Kalau dahulu berjuang melawan penjajah, sekarang kita berjuang menegakkan hak di bawah kebhinekaan yang sebagai asas berdirinya NKRI. Perjuangan menegakkan hak bukan berarti mengadakan perlawanan, penegakkan hak itu diperjuangkan dengan komunikasi dan advokasi yang baik. Komunikasi dan advokasi itu tidak lain bermaksud untuk meminimalisir stigma negatif terhadap penyandang disabilitas. Bahkan kita berharap tidak ada lagi stigma negatif. Sebab apa? Stigma negatif berdampak pada peniadaan nikmat, pengebirian hak dan penghilangan kewajiban. Kondisi ini dinamakan sebagai bentuk diskriminasi. Dan pasti diskriminasi akan berujung pada pelanggaran hak.
Bapak/ ibu guru, rekan guru sekalian, pada hari ini saya mengajak menengok kembali sejarah kebersamaan kita dalam satu semangat menuju cita-cita Indonesia Inklusif, pendidikan untuk semua. Perjuangan kita dimulai dari forum diskusi hinggapada akhirnya kita bersepakat membuat organisasi yang bermartabat. Hari ini, kita akan menetapkan statuta organisasi, anggaran dasar dan rumah tangga. Maka saya mohon wujudkan perjuangan itu dalam bentuk usulan, gagasan dan masukan yang membangung untuk selarasnya organisasi ini. Selamat bermusyawarah bapak/ ibu sekalian.
Akhirnya saya ucapkan selamat hari guru, semangat IGTI, semangat inklusif untuk NKRI. Wassalam